BAB IV
PENYELENGGARA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
1. Penyelenggaraan
telekomunikasi meliputi :
a.
penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi;
b.
penyelenggaraan
jasa telekomunikasi;
c.
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.
2. Dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
melindungi
kepentingan dan keamanan negara;
b.
mengantisipasi
perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c.
dilakukan
secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d.
peran
serta masyarakat.
Bagian Kedua
PENYELENGGARA
Pasal 8
1. Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
a.
Badan
Usaha Milik Negara (BUMN);
b.
Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD);
c.
badan
usaha swasta; atau
d.
koperasi.
2. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat
dilakukan oleh :
a.
perseorangan
b.
instansi
pemerintah;
c.
badan hukum selain penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
3. Ketentuan mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1. Penyelenggara
jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
2. Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi,
menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara
jaringan telekomunikasi.
3. Penyelenggara telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat menyelenggarakan
telekomunikasi untuk :
a.
keperluan
sendiri;
b.
keperluan
pertahanan keamanan negara;
c.
keperluan
penyiaran.
4. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari
penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a.
perseorangan;
b.
instansi
pemerintah;
c.
dinas
khusus;
d.
badan
hukum.
5. Ketentuan mengenai persyaratan
penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
Pasal 10
(1)
Dalam
penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di
antara penyelenggara telekomunikasi.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Keempat
PERIZINAN
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah
mendapat izin dari Menteri.
(2)
lzin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan :
a.
tata
cara yang sederhana;
b.
proses
yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
c.
penyelesaian
dalam waktu yang singkat.
(3) Ketentuan
mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
HAK dan KEWAJIBAN PENYELENGGARA dan MASYARAKAT
Pasal 12
(1) Dalam
rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi
tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
(2)
Pemanfaatan
atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun
dasar.
(3) Pembangunan,
pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara
telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik
perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan
jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
Pasal 14
Setiap
pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan
telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1)
Atas
kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan
kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi
kepada penyelenggara telekomunikasi.
(2) Penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.
(3) Ketentuan
mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1)
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan atau penyelenggara jasa teiekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam
pelayanan universal.
(2)
Kontribusi pelayanan universal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi
dan atau kompensasi lain.
(3) Ketentuan
kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip :
a.
perlakuan
yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
b.
peningkatan
efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan.
c.
pemenuhan
standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
(1) Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib mencatat/ merekam secara rinci pemakaian jasa
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila
pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
(3) Ketentuan
mengenai pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan
telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap
penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman,
penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut :
a.
keamanan
negara;
b.
keselamatan
jiwa manusia dan harta benda;
c.
bencana
alam;
d.
marabahaya;
dan atau
e.
wabah
penyakit.
Penyelenggara
telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi
yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau
ketertiban umum.
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan
tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi :
a.
akses
ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b.
akses
ke jasa telekomunikasi; dan atau
c.
akses
ke jaringan telekomunikasi khusus.
Bagian Keenam
PENOMORAN
Pasal 23
(1) Dalam
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan
digunakan sistem penomoran.
(2)
Sistem
penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 24
Permintaan penomoran oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi diberikan berdasarkan sistem penomoran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23.
Bagian Ketujuh
INTERKONEKSI dan BIAYA HAK PENYELENGGARA
Pasal 25
(1)
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi
berhak untuk mendapatkan interkoneksi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi
lainnya.
(2) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila
diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi Iainnya.
(3) Pelaksanaan
hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
berdasarkan prinsip :
a.
pemanfaatan
sumber daya secara efisien;
b.
keserasian
sistem dan perangkat telekomunikasi;
c.
peningkatan
mutu pelayanan; dan
d.
persaingan
sehat yang tidak saling merugikan.
(4)
Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan
telekomunikasi, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1)
Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang
diambil dan persentase pendapatan.
(2) Ketentuan
mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
TARIF
Pasal 27
Susunan
tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan
jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran tarif penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kesembilan
TELEKOMUNIKASI KHUSUS
Pasal 29
(1)
Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan
huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi
lainnya.
(2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c,
dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang
digunakan untuk keperluan penyiaran.
Pasal 30
(1) Dalam
hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka
penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
huruf a, dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b
setelah mendapat izin Menteri.
(2) Dalam
hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat
melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
(3) Syarat-syarat
untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(1)
Dalam
keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak
mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat
menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau
digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi Iainnya.
(2)
Ketentuan
Iebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
PERANGKAT TELEKOMUNIKASI, SPEKTRUM FREKUENSI RADIO dan ORBIT SATELIT
Pasal 32
(1) Perangkat
telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau
digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan
teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Ketentuan
mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1)
Penggunaan
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
(2)
Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
(3) Pemerintah
melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit.
(4) Ketentuan
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam
penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pengguna
spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang
besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan Iebar pita frekuensi.
(2)
Pengguna
orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunan orbit satelit.
(3)
Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah
perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia
tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32.
(2) Spektrum
frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di
wilayah perairan Indonesia di Iuar peruntukannya, kecuali :
a.
untuk
kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana
alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keamanan IaIu Iintas pelayaran;
atau
b. disambungkan
ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;
atau
c. merupakan
bagian dan sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
(3) Ketentuan
mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dan dan ke wilayah
udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32.
(2) Spektrum
frekuensi radio diiarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dan dan ke
wilayah udara Indonesia di Iuar peruntukannya, kecuali :
a.
untuk
kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana
alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan Iafu Iintas
penerbangan; atau
b. disambungkan
ke jaringan teiekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;
atau
c. merupakan
bagian dan sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
(3) Ketentuan
mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian
izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi
radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan
asas timbal balik.